Minggu, 03 Januari 2016

Cerita Seram Hantu di Penggilingan padi

Suatu hari ane dan Deni, temen ane yang punya indra keenam, janjian dengan seseorang. Orang itu memberitahu kalo dia lagi sibuk, tapi usahain ketemu kami di salah satu tempat usahanya, sebuah penggilingan padi sekitar 20 menit dari kantorku.

Kami berdua sampai di penggilingan padi tersebut sekitar jam 4an sore. Penggilingan padi itu lokasinya nggak jauh dari jalan raya, sekitar 100 m masuknya dengan jalan berbatu. Namun daerah sekitarnya berupa sawah padi dan tebu. Jangan bayangkan sebuah penggilingan padi dengan bangunan yang bagus. Meski luasnya sekitar 1000m2 lebih, kondisi yang ada berupa bangunan utama dindingnya dari anyaman bambu yang sudah kelihatan tua sekali di bagian depan. Pagar bata hanya di bagian depan dan samping kanan. Ada bangunan semacam los (tanpa diinding, hanya memakai atap genting, yang menempel di pagar samping kanan). Sedangkan bagian kiri pagarnya sudah roboh, sedangkan belakang tanpa pagar sama sekali berbatas dengan sawah. Sementara bagian tengah halaman disemen untuk menjemur padi.

Kami ditemui seorang ibu tua, kalo nggak boleh dibilang nenek-nenek, yang ditugasi menjaga penggilingan padi itu. Dia juga tinggal di situ. Sambil menunggu empunya usaha datang (yg ternyata tidak bisa datang), kami ngobrol dengan ibu itu. Dia cerita kalo sudah lama kerja di tempat itu,sehingga dipercaya tinggal di situ. Suaminya sudah meninggal. Rumahnya sendiri sekitar 300 m dari penggilingan padi tersebut, sekarang ditinggali oleh anak dan menantunya. Sebenarnya dia sudah nggak boleh kerja oleh anaknya, tapi ibu itu nggak mau tergantung kepada anaknya. Malah berkorban rumahnya biar ditinggali oleh anaknya. Beberapa hari sekali anaknya sekeluarga menjenguk ibunya (sambil terus membujuk agar nggak usah kerja lagi). Hebat sekali batinku. Punya rumah, tapi memilih bekerja dan tinggal di penggilingan padi tua, bercampur dengan mesin dan tumpukan karung-karung beras.

Ketika sedang ngobrol dengan ibu itu, tiba-tiba Deni bertanya kepada ibu itu : Bu, pria berbaju putih dan bersorban putih juga sering ke sini?. Ane masih bingung dengan maksud pertanyaan Deni itu, ketika ibu itu menjawab : Sering. Beberapa kali dia ke sini. Tapi nggak sesering dulu. Deni kemudian bertanya lagi : Ngapain dia ke sini bu? Ibu itu kemudian cerita : Dulu pertama kali pria muda bersorban putih itu datang malam-malam. Ketika datang kedua kalinya pria muda bersorban putih itu berkata ke si ibu : Bu, ibu ikut saya saja, sambil menyorongkan tangan kananya seolah mau menggapai. Ibu itu menjawab : Nggak mau. Nanti kalo ikut kamu, ane nggak bisa balik ke duniane. Setelah itu pria muda bersorban putih itu menghilang. Sering datang lagi, tapi cuma berdiri diam.

Ane pun berbisik tanya Deny : Emang ada apa kok tiba-tiba tanya itu? Dijawab Deni : Pria muda bersorban putih itu lagi berdiri dekat pohon kamboja sebelah gerbang depan. Jawaban yang membuatku langsung merinding. Ternyata ibu itu udah terbiasa dengan penampakan makhluk gaib. Dia cerita kalo dia sudah terbiasa didatangi makhluk gaib waktu malam. Kadang ada rasa tanet. Kata ibu itu yang datang ada yang berwujud genderuwo, peri dsb. Ane tanya : Bu, peri itu seperti apa? Jawab ibu itu : Peri itu seperti perempuan, berbaju panjang putih, rambutnya hitam sampai pantat. Kadang rambutnya menutupi wajahnya. Ternyata ibu itu pernah ketemu kuntilanak. Di beberapa daerah Jawa, sebagian masyarakat menyebut kuntilanak itu peri. Ibu itu melanjutkan ceritanya kalo peri alias kuntilanak itu datang pada suatu malam dan meminta makan! (Ternyata kuntilanak makan juga). Kuntilanak itu minta makan ayam, telur, dan segelas kopi. (Kuntilanaknya mau begadang sepertinya). Karena malam itu si ibu nggak masak seperti permintaan kuntilanak itu, baru keesokan malamnya si ibu menaruh makanan tersebut di dapur. Ternyata malam harinya kuntilanaknya nongol lagi, sambil berjalan ke dapur dan menyantap makanan dari ibu itu.Sementara si ibu meringkuk ketanetan di tempat tidurnya. Setelah makan, kuntilanak itu terbang dan duduk di kuda-kuda kayu atap rumah sambil mengeluarkan tawa khasnya. Cerita si ibu membuat ane semakin membulatkan niatku untuk segera beranjak dari tempat itu. Ane ajak Deni segera kembali ke kantor.

Di perjalanan, ane bertanya kepada Deni, bagaimana dia bisa melihat makhluk gaib seperti itu? Dijawab Deni, kadang makhluk gaib menampakkan diri berwujud manusia. Di jalan raya ini saja, kata Deni, ada beberapa penampakan yang berwujud manusia. Padahal ane lihat jalan yg kami lewati sepi sekali. Lanjut Deni lagi sambil menunjuk : Di depan sana, di dekat pohon itu ada yang berbentuk manusia, tapi anggota tubuhnya tidak lengkap (sementara,ane nggak lihat apa-apa). Deni berkata : Kalo kamu mau, minggu depan kita kembali ke penggilingan padi itu. Tapi menjelang gelap saja. Karena semakin rame.

Minggu depannya kami kembali ke penggilingan padi itu. Tapi sekarang bertiga, dengan tambahan seorang teman lagi. Dia paling nggak percaya dengan hal gaib. Menjelang gelap, kami tiba di penggilingan padi itu. Setelah minta ijin kepada ibu yang jaga penggilingan padi, kami keliling di tempat itu. Ketika berdiri di tempat menjemur padi, Deni bercerita kalo di situ (menurut penglihatan dia) banyak sekali orang yang lalu lalang. Berperilane seperti manusia dan berwujud seperti manusia, mereka ada yang menggendong anak, menjunjung dagangan, membawa cangkul dsb. Sementara ane dan temen ane satunya nggak lihat apa-apa di situ. Ketika kami sedang melihat sekeliling, Deni berkata : Kurang ajar! Ane lalu tanya : Siapa yang kurang ajar? Jawab Deni : Itu, genderuwo yang duduk di balok kayu di los pinggir tembok sana. Dia lagi menjulur-julurkan lidahnya ke arah kita. Kata ane : Ane nggak lihat apa-apa. Bentuknya seperti apa? Jawab Deni : Badan besar, berbulu lebat, hitam,bola mata besar, ada taringnya. Coba kamu lihat fokus ke arah situ.

Ane mencoba fokus, jujur ane nggak lihat seperti yang digambarkan Deni, yang ane lihat adalah bayangan hitam atau hitam tapi tembus pandang duduk di balok kayu. Deni berkata lagi : Semakin kurang ajar genderuwo itu. Sekarang dia mengacung-acungkan tangan terkepal ke arah kita, seolah-olah menantang. Ayo kita datangi saja. Deni lalu mendatangi los tempat genderuwo itu duduk di balok kayu. Ane dan temen ane yang lain mengikuti Deni. Ketika kami sampai di situ, kata Deni, genderuwonya lari menyusuri dalam los. Kami bertiga menyusuri los itu dengan penerangan lampu hp, kuatir tersandung kayu atau benda lainnya. Tenyata di tengah-tengah los ada sumur yang dengan bibir sumur setinggi 50 cm dan sekelilingnya diberi batas dinding anyaman bambu , jadi tidak kelihatan dari luar kalo siang hari. Ketika sampai di sumur dan ketika lampu hp menyinari tempat itu, ane kaget banget. Tepat di lubang sumur itu, ada sebuah kaki hitam menjulur ke atas, mulai telapak kaki sampai lutut. Sementara bagian tubuh lainnya nggak kelihatan. Spontan ane teriak : Ada kaki di sumur! Ternyata dua orang temen ane juga melihat hal yang sama. Deni teriak : Ayo lari!!! Ketika kami sampai di gerbang depan penggilingan padi, ane bertanya : Kenapa kita lari? Dijawab Deni : Itu tadi pasti bukan kaki manusia. Perasaanku nggak enak. Ane kuatir salah satu diantara kita bertiga atau semuanya kesurupan. Kalo ada yang kesurupan, siapa yang menolong.

Setelah pamit pada ibu yang jaga penggilingan padi, kami pulang. Temen ane yang nggak percaya hal gaib masih kelihatan kaget karena baru saja liat kaki nongol dari dalam sumur.

0 komentar

Posting Komentar