Sebenarnya kisah
ini sudah lama sekali kualami. Kurang lebih 10 tahun lalu saat kami
sekeluarga berlibur ke rumah Tante di Palangkaraya. Aku tidak menyangka
bahwa kawasan tempat tinggal saudaraku itu masih dikelilingi hutan.
Sejujurnya aku sangsi bisa menikmati liburanku disana. Mengingat letak
rumah satu dengan yang lain masih terbilang jauh, belum lagi kamar mandi
yang berada terpisah dari rumah. Ini benar-benar mimpi buruk buatku.
Namun hal ini justru disambut senang adikku yang saat itu baru berusia 6
tahun. Karena dia tau disana akan bertemu dengan famili yang sebaya
dengannya. Sepanjang perjalanan dari Jawa ke Kalimantan mulutnya tak
pernah berhenti bicara. Huh…. Seandainya aku juga bisa menikmati
liburanku.
Kami tiba di rumah Tante pada sore menjelang malam. Barang-barang
bawaaan segera kuletakkan di dalam kamar. Ayah dan Ibu langsung ngobrol
dengan Tante di ruang tamu. Sedangkan adikku sudah dari awal kabur
dengan teman-teman barunya yang main di jalanan depan rumah. Anak kecil
memang gak pernah kenal rasa capek ya. Dan aku memutuskan untuk
berkeliling di sekitar rumah Tante.
Hal yang pertama kali kucari adalah kamar mandi. Karena aku memiliki
kebiasaan buang air saat tengah malam. Itu sudah seperti kebiasaan yang
tidak dapat kuhilangkan. Dan betapa kecewanya aku saat kutemukan kamar
mandi Tante terletak agak jauh ke belakang dari rumah. Di sebelah kamar
mandi kulihat sumur manual (sumur yang ditimba hanya dengan ember dan
bantuan tali panjang). Lalu semen 3×3 meter untuk tempat mencuci pakaian
karena kulihat tiang jemuran di sisi lainnya. Di sekitarnya masih
banyak rumput ilalang dan lahan kosong yang gelap.
Aku mengalihkan pandangan ke arah utara. Kulihat ada rumah penduduk
dalam jarak ± 25 meter. Dan hal yang sama juga kutemukan di sisi
lainnya. “ini sih perkampungan penduduk, bukannya kompleks.” Ujarku
dalam hati.
Aku terkejut saat menyadari ada sosok anak kecil yang sedang mengintip
dari balik tembok rumah tetangga. Karena jarak yang menurutku lumayan
jauh, aku sampai harus memicingkan mata untuk memastikan apa benar ada
sosok disana atau hanya halusinasiku. Kulambaikan tanganku ke arahnya.
Dan dia tertunduk malu. Aku hanya melihat separuh badannya dari kepala
sampai ke kaki. “Sini!” kataku berusaha ramah. Anak itu hanya tersenyum
tipis dan menatapku masih dalam posisi mengintip. Karena kupikir aku
membutuhkan teman bicara, aku berusaha menghampirinya. Tapi entah kenapa
anak itu justru pergi dan menghilang di balik tembok. “anak yang aneh…”
gumamku sambil mengendikkan bahu dan kembali masuk ke dalam rumah.
******
Tengah malam aku terbangun karena hasrat ingin buang air sudah tidak
dapat kutahan lagi. Kupandangi sepupuku yang tertidur pulas. Rasanya
tidak tega untuk membangunkannya. Akhirnya aku ambil senter yang memang
disediakan bila sewaktu-waktu aku ingin ke kamar kecil. Bergegas aku
pergi menuju ke halaman belakang rumah.
Selesai dari “ritual tengah malamku”, aku keluar dari kamar kecil dan
menyalakan senter. Baru saja kakiku melangkah, entah kenapa ada dorongan
yang sangat kuat dari hatiku untuk melihat ke arah rumah tetangga.
Jujur aku kaget melihat anak kecil yang tadi sempat mengintipku saat ini
berdiri di posisi dan sikap yang sama seperti pertama kali aku
melihatnya. Dia menatapku dengan sebelah matanya. Aku mencoba untuk
tersenyum dan mengangguk untuk menyapanya. Namun kali ini dia tidak
menunduk, melainkan mengerjapkan matanya dan seolah tersenyum. “Ngapain
disitu?” tanyaku setengah berteriak. Dia menatapku dan tersenyum.
“Hmmm…anak yang pemalu.” Ujarku dalam hati. “kamu gak takut sendirian
disana? Rumahmu dimana?” tanyaku seraya menghampiri. Dan dia masih
menatapku tak berkedip.
Entah karena firasatku atau memang aku masih dilindungi saat itu.
Tiba-tiba akal sehatku mengingatkan aku untuk berhati-hati. Kuhentikan
langkahku dan terdiam di dalam pagar pembatas rumah. Anak itu masih
menatapku dari balik tembok rumah tetangga sambil tersenyum. Aku ingin
kembali ke dalam rumah, tapi rasa penasaranku semakin bertambah besar.
Aku pancing dia untuk keluar dari “persembunyiannya”. Anak itu masih
terdiam dan menatapku dengan tatapan tajam. Sungguh aku jadi tidak
nyaman dibuatnya. “Hei! Kamu bisa kesini gak? Pintu pagar ini terkunci.
Jadi aku gak bisa kesana.” Pancingku agar dia mau memperlihatkan diri.
Dan secara mengejutkan anak itu menjawab “Kau yakin?” tanyanya. “Iya.
Kemarilah!” pintaku. “Apa kau yakin?!” tanyanya sekali lagi. Namun kali
ini sambil meloncat sedikit kesamping untuk memperlihatkan dirinya.
“Oh Tuhan!!” cekatku dalam hati. Anak itu hanya memiliki separuh badan.
Tubuhnya terpotong secara vertikal dari kepala hingga ujung kaki. Jadi
dia hanya memiliki separuh kepala, 1 mata, separuh hidung dan mulut,
separuh tubuh, sebelah kaki dan tangan. Aku menutup mulutku dan langsung
lari menghambur ke dalam rumah lalu mengunci pintu belakang. Malam itu
terasa seperti setahun. Aku sama sekali tidak bisa tidur dan bersembunyi
di balik selimut sambil membaca doa.
***
Untunglah setelah kejadian itu aku tidak lagi bertemu dengannya. Mungkin
juga karena aku sudah tidak pernah menggunakan kamar kecil di waktu
malam, atau memang anak kecil itu hanyalah halusinasiku saja. Tapi aku
cukup bersyukur karena melalui 3 hari tanpa “gangguan” dari mahkluk
apapun.
Malam itu adalah malam terakhir aku menginap di rumah Tante, karena
besok pagi kami sudah harus kembali ke Jawa. Sepupu mengajakku bicara
sampai larut malam. Dan seperti biasa, “panggilan alam” untuk segera ke
kamar kecil memaksaku untuk segera menuntaskannya.
Aku meminta sepupu untuk menemaniku ke belakang. Dengan alasan sudah
mengantuk dia menolak mentah-mentah dan (pura-pura) tidur di sampingku.
“Duuh…gimana nih?” kataku kebingungan. Akhirnya kuberanikan diri untuk
pergi ke kamar kecil sendirian.
Sambil berdoa dalam hati aku segera menuntaskan “ritual tengah malamku”.
Benar-benar tidak nyaman!! Tapi apa boleh buat? Daripada kutahan sampe
pagi. Dengan rasa lega karena tidak ada “gangguan” selama manuntaskan
hajat, aku membersihkan diri dan bersiap untuk keluar. Apa yang
kutemukan di balik pintu sungguh mengejutkanku. Kulihat anak itu sudah
berdiri di hadapanku. Masih dengan tubuh dan muka yang tidak lengkap.
Aku hanya mampu terdiam dan menatapnya.
“Takut kah dengan saya?” tanya anak itu tanpa mengalihkan pandangannya
kepadaku. Aku hanya mampu mengangguk pelan. Dia menunduk sedih, “aku
hanya ingin memiliki teman.” Ujarnya lirih. Aku tertegun dibuatnya. Tak
tau harus berkata apa. Rasa takutku berubah menjadi iba. Aku tau ini
tampak konyol. Tapi jujur aku memang jadi iba melihatnya.
“Namaku R.I.” kataku akhirnya. Dia menatapku dengan tatapan berbinar.
Dan dengan senyum separuh itu dia memperkenalkan dirinya “panggil aku
Tuwut.”….Nama yang unik, kataku dalam hati. “memang unik.” Sahutnya
tiba-tiba seolah membaca pikiranku. Aku hanya tertawa canggung.
“Hmmm….aku harus kembali ke dalam rumah. Senang berkenalan dengan
Tuwut.” Kataku sambil tersenyum basa basi. “selamat malam, R.I.”
sahutnya sambil melambaikan tangan. Aku mengangguk sekilas dan langsung
berlari masuk ke dalam. Sekilas kulihat Tuwut masih berdiri mematung
sambil memandangku masuk ke dalam rumah.
***
Keesokan harinya aku dan keluargaku berpamitan kepada Tante sekeluarga.
Sengaja tak kuceritakan kepada siapapun akan apa yang kualami semalam.
Aku yakin tak ada seorangpun yang akan percaya begitu saja. Malah bisa
jadi aku akan diberi obat halusinasi atau diseret ke psikiater.
Aku membereskan koper-koper ke dalam bagasi mobil yang kami sewa untuk
mengantar ke pelabuhan Sampit. Tiba-tiba aku merasa seperti sedang
diawasi. Kuedarkan pandanganku ke segala arah. Tapi hasilnya nihil.
Kembali kutata barang bawaaanku ke dalam bagasi.
Kurasakan sesuatu menyentuh pundakku. Hampir aku terloncat kaget karena
Tuwut mendadak muncul dari balik punggungku. Dia menatapku sedih, “Mau
pulang ya?” . Aku hanya mengangguk. “aku kesepian lagi.” Katanya lirih.
“Jangan sedih dong. kan kapan-kapan aku bisa kesini lagi.” Kataku
tersenyum. “benarkah?” tanyanya tak percaya. “Heem..”anggukku. Dia
menatapku lama. Dan aku berusaha tidak memikirkan sesuatu karena aku tau
dia pasti dapat membaca pikiranku. Akhirnya dia tersenyum dan
mengacungkan jari kelingking seraya berkata “Tetap teman?”. Dan kubalas
“Tetap teman”.
Siang itu Sang Matahari menyaksikan 2 mahkluk ciptaan Tuhan yang berasal
dari dunia berbeda berhadapan dan saling mengacungkan jari kelingking
mereka. Aku tau ini mungkin tampak salah. Mengucapkan janji pertemanan
dengan mahkluk astral. Entah apa yang ada di dalam otakku saat itu.
Namun semenjak kepergianku dari Palangkaraya. Aku tidak pernah lagi
berkomunikasi dengan Tuwut
Home /
cerita hantu indonesia /
cerita hantu nyata /
cerita misteri hantu /
foto penampakan /
Cerita Hantu di Palangkaraya
Senin, 02 November 2015
Cerita Hantu di Palangkaraya
Author -
tes
Date - 19.16
cerita hantu indonesia
cerita hantu nyata
cerita misteri hantu
foto penampakan
Share this
Related Articles :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Paling Dilihat
-
Yang sudah ane ceritakan di QueenzMitch stories sbelumnya. Ane bersama rombongan sekolahan ane pergi berlibur ke JOgja dalam rangka perpisah...
-
Ane berkuliah di jurusan biologi salah satu universitas negeri di bandung, dan kebetulan jurusan ane cukup kesohor sama biologi lapangannya,...
-
Jadi dulu ane sempet kos kan ceritanya Nah disitu ada 2 kamar dihuni 4 orang. Gw ama mba tia, kamar sebelah ada mba retno dan mba fani (bu...
-
Jalan masuk menuju ke kampung ane sebenernya banyak, tetapi jalan yg paling deket dan paling cepet dari jalan raya yg di lewati angkot yaitu...
-
Ini Cerita si sebernye waktu masih kelas 2 SMP .. waktu itu gw diajakin jalan kerumah gebetannye temen gw, sebenernye waktu itu si gw lagi m...
-
Seperti kebiasan di kampung setelah panen padi dan mulai dicangkul lagi, anak2 pada mencari belut di malam hari pake petromax dan golok tump...
-
Judul : Cuci.. Cuci Sendiri... Tersangka : Kasmi Korban : Emak saya Lokasi : Subang, kampung halaman emak Jadi ini kisah sewaktu emak saya ...
-
Jadi pertama kali saya ngampus, di gedung jurusan saya itu ada pohon udah gede dan udah tua gitu gan saya gatau deh itu pohon apaan tapi aka...
-
Jauh ketika saya masih 2 SMA, saya dan keluarga saya kedatangan sepupu yang cantik bersekolah di JKT juga yang pingsan jatuh sakit dan masuk...
-
puncak tinggal di kavling delima akhirnya sampe juga. Bini tetangga ane kesurupan parah. Ane nolongin sampe dicakar-cakar Ane ceritain nant...
Label
Arsip Blog
-
▼
2015
(211)
-
▼
November
(52)
- Hantu di Pengungsian
- Hantu Cewek Telepon
- Truk Gaib ?
- Cerita Pengalaman Kerasukan
- Cerita Seram Siapakah Wanita Itu ?
- Cerita Seram SIluman di Toko
- Jaga Rumah Tetangga 2
- Jaga Rumah Tetangga 1
- Cerita Hantu di Bekas Tambang Timah
- Cerita Hantu Rumah Sakit di Jakarta
- Mimpi
- Pria itu melihat ruhnya meninggalkan tubuhnya
- Kisahku dan Hantu
- Hantu Usil Bangeeet
- Kenalin hantu penghuni rumahku
- Lukisan
- Penampakan Hantu di Kemanggisan
- Ziarah ke Makam Purbaya
- Kami adalah Pejalan Malam
- Tempat Kerja Berhantu
- Setan Saat Kegiatan PMR
- Ada yang Ngirim
- Cerita Hantu di Bali
- Kesurupan
- Digerayangi Miss Kunti
- Miss Kunti Lagi
- Maaf kamu gak bisa ikut aku
- Suasana Mencekam di Roro Wilis Gunung Kidul
- Hantu si Kerudung Merah
- Hantu yang Baik
- Cerita Hantu dari Tukang Becak
- Hantu Usil Banget
- Cerita Hantu dari Tukang Ojek
- Hantu Pengganggu Ibu Hamil
- Cerita Hantu Penyakit Kiriman
- Disukai Miss Kunti
- Cerita Hantu di Gunung Bromo
- Cerita Setan Lucu Malam Jumat
- Cerita Hantu Kontrakan Angker
- Hantu Tiang Listrik
- Hantu Kuntilanak Cowok
- Cerita Hantu Nakal
- Double Trouble
- Cerita Hantu Malam Perpisahan SMA
- Kos temen berhantu
- Cerita Setan pengen Ikut Maen
- Cerita Hantu di Palangkaraya
- Cerita Hantu Tragis Teh Suryani
- Cerita Setan dari Kendal
- Cerita Hantu : Tangan Buntung yang Mengetik
- Cerita Hantu : Penumpang Gelap
- Cerita Hantu : Makhluk Penghisap Darah Kotor
-
▼
November
(52)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar
Posting Komentar