Senin, 02 November 2015

Cerita Hantu Tragis Teh Suryani

Namaku Suryani. Aku tinggal di sebuah gubuk kecil di daerah Cikokol. Suamiku bekerja sebagai supir truk yang pulang tak tentu. Terkadang 3 hari sekali. Bahkan tak jarang seminggu sekali baru tiba di rumah. Kami sudah menjalani biduk rumah tangga selama 1.5 tahun. Namun sayangnya kami belum dikaruniai seorang anak. Sejujurnya aku sangat tersiksa bila melihat orang lain menggendong anaknya. Terlebih lagi aku tidak tahan disebut sebagai wanita mandul oleh para tetangga yang suka bergosip di belakangku. Untunglah suamiku adalah orang yang sabar dan pengertian, sehingga membuat aku sedikit tenang dan tidak terlalu menanggapi gunjingan mereka.
Suatu pagi, selesai sholat subuh. Seperti biasa suamiku meminum kopi yang kubuatkan untuknya. Setelah itu dia berpamitan untuk berangkat kerja selama beberapa hari. Dengan berat hati aku mengantarnya sampai depan pintu rumah. Tak berapa lama setelah suamiku pergi dan hilang dari pandanganku, mendadak perutku terasa berputar dan bergejolak. Segera aku berlari ke kamar mandi dan memuntahkan air teh yang tadi kuminum. Pandanganku berputar-putar. “Ya Allah…apa yang salah denganku? Apa aku sakit?” namun aku tidak merasakan panas di kening. Akhirnya kuputuskan siang itu periksa ke sebuah klinik.
Dari klinik itu aku sama sekali tidak diberikan obat apapun. Aku hanya dirujuk untuk pergi ke rumah sakit terdekat. Dengan kebingungan dan rasa kawatir akan penyakit apa yang kira-kira kualami, aku langsung berjalan kaki menuju rumah sakit. Disana aku dirujuk ke salah satu dokter. Sambil menunggu giliran aku berdoa tidak terjadi sesuatu yang buruk pada diriku. Dan apa yang terjadi setelah aku berada di dalam? Ternyata Tuhan sudah menjawab doaku selama ini. Aku dinyatakan positif hamil 5 minggu! ooh, betapa bahagianya aku. Ingin rasanya aku berlari dan berteriak kepada orang-orang yang kutemui sambil berkata “AKU HAMIL!!”. Dokter memberikanku beberapa vitamin untuk kubawa pulang. Ah! Aku tak sabar menunggu suamiku pulang.
Aku berjalan dengan langkah kecil dan riang sembari mengelus-elus perutku. Perutku memang masih rata, tapi aku seolah bisa merasakan janin itu di dalamnya. “oh, anakku sayang. Bunda sudah lama mengharapkanmu. Nanti kalo Ayah pulang, kita kasih tau ya. Ayah pasti sangat gembira mendengarnya.” Aku terus melangkah sambil menunduk dan mengelus-elus perutku. Rasa bahagia tak terkira membuatku lupa bahwa aku berada di jalan raya saat itu. Tanpa aku sadari kakiku melangkah tak beraturan sehingga menuju ke tengah jalan. Saat itu lalu lintas memang tidak terlalu padat dan ramai, sehingga mobil-mobil dapat melaju dengan kecepatan tinggi. Dan apa yang terjadi adalah hal yang sangat aku sesali hingga saat ini. Tiba-tiba aku mendengar bunyi klakson yang sangat panjang bersamaan dengan itu aku merasakan hempasan kuat di badanku tanpa sempat aku menoleh ke arah klakson itu berbunyi. Seketika itu juga pandanganku menjadi gelap gulita.
Aku mencoba untuk membuka mataku kembali. Kulihat cahaya yang sangat menyilaukan menyerang kedua bola mataku. Refleks aku menutupnya dengan kedua tangan, dan mencoba untuk membuka mataku lagi secara perlahan. Ooh, ternyata aku selamat! Aku masih ada di jalan yang kulalui tadi. Aku kembali tersenyum dan memegang perutku “kita selamat, nak” ujarku lembut. Aku melihat ke arah tanganku yang lain. Lho, kemana vitamin dan obat-obatanku? Pikirku kebingungan. Aku coba mencari-cari di sekitar jalan itu. Namun kulihat ada beberapa orang sedang berkerumun tak jauh dari tempatku berdiri. Karena penasaran, aku hampiri kerumunan tadi. “Ada apa ini, pak?” tanyaku kepada Bapak yang paling dekat denganku. Tapi dia seolah tidak menggubrisku. Aku bertanya berkali-kali. Bahkan kepada orang lain yang juga berdiri tak jauh dariku. Namun tak satupun dari mereka yang menggubrisku. Karena kesal aku beranikan diri untuk menyentuh pundak salah satu dari mereka. “Pak..pak…” ya Tuhan!!! Tanganku menembus tubuh mereka. Oh , tidak. Ini pasti mimpi. Yah…ini pasti mimpi buruk. Aku tercekat dan tak sanggup berkata-kata lagi. Dengan histeris aku berlari merangsek ke dalam kerumunan itu, tentu saja aku dengan mudah masuk ke dalam kerumunan tersebut karena aku sanggup menembus tubuh mereka. Dan apa yang kulihat benar-benar menjadi mimpi burukku selamanya. Aku melihat tubuhku yang sedang memegang plastik obat tergolek berlumuran darah. Beberapa orang dengan pakaian dinas rumah sakit mencoba untuk memberikan pertolongan pertama, namun ternyata sia-sia. Akhirnya tubuhku diangkut ke mobil ambulance dan dilarikan ke rumah sakit di terdekat.
Aku berjalan mengikuti mobil ambulance tersebut. Tubuhku terasa sangat ringan. Bahkan aku seolah tak berjalan ataupun berlari untuk mengejarnya. Aku hanya memikirkannya saja dan tiba-tiba tubuhku seolah bergerak ringan seperti tertiup angin menuju kemanapun aku mau. Setiba di rumah sakit itu mereka ternyata langsung memasukkan tubuhku ke dalam kamar mayat. Aku berteriak sejadinya dan berusaha meyakinkan mereka bahwa aku masih hidup! Tapi tak seorangpun yang mendengarkan aku.
Aku melayang tak tentu arah. Disatu detik aku melihat perubahan pada tempat kejadian kecelakaan itu. Mungkin waktu berputar terlalu cepat, atau justru aku yang tidak menyadarinya. Sampai suatu ketika aku melihat sosok perempuan mengendarai kendaraan roda dua. Tubuh wanita ini sangat wangi, sampai-sampai aku dapat mencium wanginya dari kejauhan. Entah kenapa aku begitu tertarik dengannya. Aku mencoba untuk menghadangnya di tengah jalan. Dan aku sangat terperanjat saat tiba-tiba perempuan itu menjerit ke arahku seraya berkata “AWAS! MINGGIR!!” lalu dia menembusku begitu saja. Akhirnya!! Ada seseorang yang dapat melihatku. Aku mengejarnya sampai tiba di sebuah tempat makan. Hmm…tampaknya dia ada janji bertemu dengan seseorang. Aku melihat dia sedang berbicara disana. Saat temannya pergi ke kamar kecil, aku hampiri dia perlahan-lahan. Alangkah terkejutnya aku saat perempuan ini membalikkan badannya dan langsung menatapku seraya berkata “Ada apa mengikuti saya?”..aku tersenyum bahagia. “saya…saya…hmm, nama saya Suryani. Boleh saya tau nama teteh?” tanya ku mengawali pertemuan dengan perkenalan. “hai, Suryani. Nama saya Rachel.”
Perempuan ini menatapku tajam. Salah tingkah aku dibuatnya. Kami berdua saling bertatapan sejenak, lalu dia mempersilahkan aku untuk duduk di kursi. Aku hanya mengangguk dan duduk terdiam. Perempuan itu masih menatapku tajam, dan aku hanya menunduk sembari sesekali melihat ke arah sekitarku. Entah kenapa bibirku seolah kelu. Lalu kulihat teman dari perempuan ini yang akhirnya aku ketahui bernama Haris kembali dari kamar kecil. Lelaki itu duduk di sebelahnya dengan tatapan heran. “Chel, knapa? Kok melamun? Kamu liat sesuatu?” tanya lelaki itu sambil menggoyangkan tangan di hadapan mata Rachel. “Biasalah. Ada yang ngikutin. Gak tau maunya apa.” Sahut Rachel sambil menyeruput minumannya. “Sudah malam. Aku harus pulang sekarang.” Putus Rachel sambil berdiri dan mengambil tasnya. Aku dan lelaki itu berdiri dalam kebingungan atas sikap spontan yang ditunjukkannya. Mereka berdua berjalan ke arah pintu keluar. “Tunggu!!” teriakku tertahan. Tapi Rachel terus berjalan ke arah tempat parkir kendaraan bermotor. Mereka berdua tampak bercakap-cakap sebelum akhirnya Rachel melajukan kendaraannya dan meninggalkanku disana. Tidak! Aku tidak mau kehilangan kesempatan ini! Baru kali ini ada orang yang tahu keberadaanku. Aku harus mengejarnya. Aku melayang menembus kendaraan yang lalu lalang di jalan itu. Dengan mudah kutemukan dia sedang berjalan di tengah jalan yang ramai. Aku segera duduk di bangku belakang kendaraannya. “Kamu mau apa sampe ngikutin saya seperti ini? Kalo kamu minta sesuatu, maaf saja. Saya gak mau kasih apa-apa. Sebaiknya kamu kembali ke tempat kamu berasal.” Tiba tiba kudengar dia berbicara kepadaku. “Saya..saya ingin menyampaikan sesuatu. Bolehkah saya ikut ke rumah teteh?” jawabku agak terbata. “Di rumah saya sudah banyak yang seperti kamu. Dan mereka adalah penghuni lama disitu. Saya gak yakin mereka dengan mudah menerima kehadiran mahkluk baru. Tapi kalo kamu memaksa ya silahkan. Asal jangan ribut dan jangan coba-coba merasuk ke tubuh orang-orang yang ada disana!” jelasnya tegas. Aku terdiam dalam kebingungan. Apa maksud perempuan ini dengan kalimatnya barusan? Biarlah. Yang penting dia sudah mengijinkan aku untuk ikut ke rumahnya.
Kami memasukki sebuah perkampungan penduduk. Ada banyak…bahkan terlalu banyak rumah-rumah yang ada disitu. Tidak seperti tempat tinggalku yang masih terbilang jarang rumah penduduk. Disini sangat padat. Aku masuk melalui gang sempit, dan alangkah terkejutnya aku saat kulihat sosok berbalut kain putih kusam berdiri di ujung gang itu. Aku membuang pandangan ke arah lain. Namun hal yang tak kalah mengerikannya kutemukan disana. Ada sesosok anak kecil berkulit pucat yang kuperkirakan berusia di bawah 2 tahun sedang berdiri di samping makam kecil. Kenapa begitu banyak mahkluk menyeramkan di tempat ini? Ternyata rumah Rachel berada tepat di samping kuburan tempat anak kecil itu berdiri. 2 mahkluk itu menatapku tajam, membuat aku sedikit kawatir. Aku melayang tepat di belakang tubuh Rachel. Dia membuka pintunya dan….TIDAK!! Secara tiba-tiba keluar sosok perempuan mengenakan baju panjang putih dengan muka berantakan menyerangku dari dalam rumah itu. Aku meraung dan berusaha melawan perempuan aneh itu. Tapi dia memiliki kekuatan jauh diatasku. Kami sempat bergulat di udara sampai akhirnya Rachel menghardik kami berdua. “Gak tahu malu kalian. Masih sejenis juga berantem. Saya sudah bilang dari awal kalo masih mau tinggal disini gak boleh rebut. Siapa tahu ada yang bisa mendengar perkelahian kalian. Kamu….” Katanya sambil menunjuk perempuan dengan tampang yang baru kusadari ternyata letak mata-hidung-dan mulutnya tidak berada pada tempat yang wajar di sebelahku,”balik ke atas loteng! Dan jangan pernah turun ke bawah.” Perempuan bertampang aneh itu menggeram seolah tak rela dengan perintah dari sang empunya rumah, namun akhirnya dia melayang ke atas dan menghilang dari balik loteng. Rachel menatapku tajam seolah menyalahkanku atas peristiwa yang baru saja terjadi. Tentu saja! Memang siapa sih yang bersedia diganggu malam-malam begini? Aku hanya tersenyum kecut membalasnya.
Rachel menghela nafas panjang. Nafas yang dulu pernah aku punya. Aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya bernafas. Dia mempersilahkan aku untuk duduk di hadapannya. Kepadanyalah aku menceritakan dari awal hingga bagaimana aku mengalami kecelakaan maut itu. “Lalu maksud kamu mengikuti saya sampai ke rumah itu apa?” tanya-nya dengan suara datar. “saya…saya ingin minta teteh untuk menyampaikan pesan kepada suami saya bahwa saya sangat mencintainya dan bahwa saya sedang mengandung buah hati kita.” Kataku lirih. “hhaduuuuhh….” Erangnya sambil memegang kening. “maaf ya, teh. Bukannya saya tidak mau bantu. Tapi coba deh teteh mengerti posisi saya. Pertama, saya tidak kenal suami teteh. Kedua, belum tentu suami teteh langsung percaya begitu saja atas apa yang saya sampaikan. Ketiga, apa teteh malah gak kasihan kalo tau bahwa suami teteh kepikiran istri yang dicintainya menderita seperti ini, bahkan hingga matipun masih menderita. Dan masih banyak kemungkinan lain yang bisa terjadi. Saya mengerti kesedihan teteh. Tapi sekali lagi maaf. Saya tidak bisa membantu.” Jelasnya kepadaku. Aku sangat kecewa mendengarnya. Tapi aku menyadari bahwa apa yang diucapkan olehnya itu benar. Aku memang bodoh. Dan karena kebodohanku, aku menjadi seperti saat ini. Menjadi arwah yang merana. Aku kehilangan suami dan anakku sekaligus aku kehilangan nyawaku sendiri. Aku menangis dalam penyesalanku. “baiklah, teh. Kalo teteh gak bisa bantu. Saya lebih baik pergi saja.” Ujarku terbata. Perempuan yang menatapku dengan iba ini tersenyum lembut dan berkata “berkunjunglah kalo teteh kesepian. Saya tidak keberatan asal tidak mengganggu.” Aku terhibur mendengarnya. Aku melayang meninggalkan rumah itu. Rumah yang sesekali kukunjungi hingga saat ini. Terkadang aku hanya melihat perempuan itu dari kejauhan. Tapi tak jarang aku dipersilahkan masuk ke dalam kamarnya. Aku cukup bersyukur berkenalan dengan manusia yang bisa menerima kehadiranku tanpa merasa takut atau terganggu. Inilah kisahku yang kututurkan kepada R.I

0 komentar

Posting Komentar